Sambutan

Kamis, 10 Juli 2025
Jam 17 : 49
Kata Bijak

"Jika manusia sibuk dengan aib dirinya sendiri, maka ia tidak akan sempat mencari-cari aib orang lain." (Imam Al Ghazali)

Diniyah Takmiliyah dan Permasalahannya




Madrasah Diniyah atau pada saat ini disebut Diniyyah Takmiliyah adalah lembaga pendidikan Islam yang telah dikenal sejak lama bersamaan dengan masa penyiaran Islam di Nusantara. Pengajaran dan Pendidikan Islam timbul secara alamiah melalui proses akulutrasi yang berjalan secara halus, perlahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar.Pada masa penjajahan hampir semua desa yang penduduknya beragama Islam, terdapat Madrasah Diniyah (Diniyyah Takmilyah), dengan nama dan bentuk yang berbeda- beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, seperti pengajian, surau,rangkang, sekolah agama dan lain-lain. Mata pelajaran agama juga berbeda-beda yang pada umumnya meliputi aqidah, ibadah,akhlak, membaca al-Qur’an dan Bahasa Arab (Direktorat PD Pontren,2007:1)


Pengertian dan Tujuan Diniyah Takmilyah



Diniyah Takmilyah ialah satuan pendidikan keagamaan Islam nonformal yang menyelengarakan pendidikan agama Islam sebagai pelengkap bagi siswa pendidikan umum. Untuk tingkat dasar (diniyah takmiliyah awaliyah) dengan masa belajar 6 tahun, untuk tingkat menengah (diniyah takmiyah wustha) masa belajar tiga tahun, untuk menengah atas (diniyah ulya) masa belajar selama tiga tahun dengan jumlah jam belajar minimal 18 jam pelajaran dalam seminggu(kemenag jabar, 2010:7).



Adapun tujuan Diniyah Takmiliyah adalah untuk melengkapi pendidikan agama Islam di SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA, SMK/MAK atau di perguruan tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT.(Kemenag jabar, 2010:1).



Menurut Amin Haidari Perubahan nomenklatur dari madrasah diniyyah menjadi diniyyah takmiliyah berdasarkan pertimbangan bahwa kegiatan madrasah diniyyah adalah merupakan kegiatan pendidikan tambahan sebagai penyempurna bagi siswa sekolah dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang mendapatkan pendidikan agama Islam hanya dua jam pelajaran dalam satu minggu, oleh karena itu sesuai dengan artinya maka kegiatan tersebut yang tepat adalah diniyyah takmiliyah/suplemen. ( PD Pontren, 2006:v)





Dinyah Takmilah dalam undang- undang dan Peraturan Pemerintah RI



Dalam undang-undang system pendidikan nasional dan Peraturan pemerintah RI Nomor 55 tahun 2007 bahwa Pendidikan Diniyah terdiri dari Pendidikan Diniyah Formal, pendidikan Diniyah non formal dan pendidikan Diniyah informal. Pendidikan Diniyah Formal terdiri dari Pendidikan Diniyah dasar (PDD), Pendidikan Diniyah Menengah Pertama (PDMP), Pendidikan Diniyah Menegah Atas (PDMA) dan Pendidikan Diniyah Tinggi (pst). Adapun Pendidikan non formal mencakup diniyah takmiliyah awaliyah (DTA), diniyyah takmiliyah wustha (DTW) dan diniyyah Takmiliyah Ulya (DTU),pendidikan al-Qur’an,majlis taklim, dan pengajian kitab. Sedangkan Pendidikan Diniyah Informal adalah pendidikan keagaman Islam yang berlangsung dalam keluarga dan lingkungan.





pp55tahun2007.pdf





Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Bab kesembilan tentang pendidikan keagamaan pasal 30 ayat 4 “ pendidikan keagaman berbentuk pendidikan diniyah,pesantren,pasraman, pabhaja, samanera, dan bentuk lain yang sejenis”.



uu20-2003-sisdiknas.pdf





Diniyah Takmilyah dan Permasalahannya



Setidaknya ada 7 permasalahan :





1. Kelembagaan, meliputi :



a. Aspek penyelengaraan, diniyah takmiliyah ada yang bernaung dibawah ormas islam seperti NU,Persis, Muhammdiyah. Ada juga perorangan dan yayasan juga DKM mesjid dan pesantren keragaman ini menimbulkan perbedaan orientasi dan kepentingan.


b. Kuantitas diniyah takmiliyah lebih menonjol tanpa dibarengi kualitas dalam pengelolaan.


c. Hambatan psikologis karena sebagai pendiri diniyah takmiliyah sejak awal, sebagai pengelola (tokoh agama, ormas islam, yayasan) tidak mudah menerima perubahan yang datang dari luar termasuk pemerintah.





2. Manajemen



Pelaksanaan manajemen diniyah takmiliyah (DT) masih ada permasalahan diantaranya :



a. DT yang dikelolah ormas islam atau pesantren, yayasan biasanya tidak ada pemisahan yang jelas antara pemimpin dan penanggung jawab DT(kepala DT) dalam tugas-tugas kependidikan sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan, hak dan kewajiban.(El- Saha,2008:86)


b. Sentralisasi keuangan, pengankatan kepala DT dan guru biasanya diserahkan kepada Pimpinan ormas islam, yayasan, ketua DKM.(El- Saha,2008:86)





3. Kurikulum



Kemenag RI dan kemenag Provinsi telah menerbitkan kurikulum bagi Diniyah Takmiliyah (DT) namun bagi penulis masih ada permasalahan diantaranya :


a. Tidak seragamnya ditingkat DT penggunaan kurikulum tersebut ada yang full dari kemenag, ada juga yang kombinasi artinya dari kemenag dan kurikulum dari DT tersendiri bahkan ada DT yang tidak menggunakan kurikulum dari kemenag yang mengakibatkan tidak ada standar evaluasi.


b. Buku standar yang berbeda pada setiap DT karena pengelola yang berbeda baik ormas islam atau perorangan.





4. Tenaga pengajar (ustad)



Satu keteladanan yang mungkin bisa ditiru oleh pengajar lembaga lainnya dari kinerja ustad diniyah takmiliyah merekalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” dalam artian tidak punya honor tetap. Banyak kekurangan pada aspek tenaga pengajar di Diniyah Takmiliyah diantaranya:


a. Mengajar di DT hanya sampingan artinya bukan profesi maka ada anekdot mengajar di DT merupakan “tenaga Sisa”


b. Tingkat pendidikan beragam bahkan hanya tamat SMP atau SMA


c. Tidak sesuai dengan jumlah santri.





5. Keadaan murid atau santri Diniyah Takmiliyah



Santri DT sangat menghawatirkan karena yang menjadi santri kebanyakan siswa seusia Sekolah dasar sedangkan smp apalagi sma sudah tidak mau masuk kepada DT mungkin orang tua tidak menyuruh anaknya ke DT karena merasa cukup pendidikan agama di sekolah.


Menurut data kemenag khususnya di seksi peka pontren kota bandung tahun 2011 jumlah Diniyah Takmiliyah awaliyah (DTA) berjumlah 1.538 dengan jumlah murid 75.713 jadi rata-rata satu DTA adalah +/- 49 santri, sedangkan diniyah takmiliyah wustha berjumlah 214 dengan jumlah murid 7146 santri jadi rata- rata satu DTW +/- 33 santri, sedangkan diniyah ulya (DTU) berjumlah 102 dengan jumlah murid 1809 jadi rata-rata satu DTU +/- 17 santri.





6. Pendanaan



Pengelola Diniyah Takmiliyah (DT) mungkin harus ikhlas beramal karena dana yang diperoleh DT sangatlah minim , biasanya dana diperoleh dari:


a. Uang syariyah(bulanan) biaya itu tidak seragam setiap DT- nya dan tidak bisa memenuhi biaya oprasional bahkan hanya unutk honor gurupun.


b. Zakat,infak,sodaqoh yang tentu hanya sealakadarnya saja dan tidak menentu atau tidak rutin. Rendahnya alokasi sumber dana yang minim ini mengakibatkan kondisi diniyah takmiliyah seperti”layamutu wa layahya” (hidup tidak, matipun tidak).


Disamping itu, terbatasnya pendanaan juga berpengaruh pada kurang layaknya sarana dan prasarana di lingkungan pendidikan diniyah takmiliyah. Kalau mengharapkan diniyah takmiliyah meningkat salah satu upaya yang harus dipikirkan adalah pemerintah dan masyarakat bahu membahu mencarikan dana pendidikan diniyah takmiliyah. (el saha,2008:94).





7. Evaluasi



Walaupun Diniyah Takmiliyah tergolong pendidikan tradisional tetapi salalu ada evaluasi walaupun seadanya biasanya evaluasi itu di lakukan pada waktu ulangan bulanan, ujian ahir semester dan ada imtihan atau kenaikan kelas. Bahkan kemenag tingat provinsi dan kota selalu mengadakan evaluasi dengan memberikan soal, namun masih ada kendala yaitu tidak meratanya DT melakukan evaluasi yang diberikan oleh kemenag karena:


a. Kurikulum yang tidak dilaksanakan secara penuh oleh DT


b. Pengawasan oleh pengawas kemenag sangat jarang dilakukan


c. Berkas ujian yang harus dibeli sedangkan dana DT tidak memadai.





Disadur sesuai kebutuhan dari umarrosadiuninus.blogspot.com



Postingan terkait: